Masjid-Masjid Paling Bersejarah Di Jawa Barat

by -697 views

Bagi Anda penyuka wisata sejarah, saatnya Anda menjambangi masjid-masjid bersejarah di Jawa Barat. Selain beribadah, tentunya Anda akan mengetahui ihwal sejarah yang melingkupi, dan berikut adalah 5 Masjid Bersejarah di Jabar berikut ini:

 

1. Masjid Raya Bandung

Masjid baru ini menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda. Pada saat Konfrensi Asia-Afrika pada tahun 1955, Masjid ini menjadi tempat beribadahnya peserta konfrensi yang beragama Islam. Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat selesai dibangun kembali pada 13 Januari 2006. Pembangunan itu termasuk dengan penataan ulang Alun-alun Bandung, pembangunan dua lantai basement dan taman kota sekaligus halaman masjid yang dapat dipergunakan untuk kegiatan seni budaya serta salat Idul Fitri dan Idul Adha.

Mesjid-Raya-Bandung

Secara resmi pembangunan fisik masjid, membutuhkan waktu : 829 hari atau 2 tahun 99 hari, sejak peletakan batu pertama 25 Februari 2001 sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu: H.R. Nuriana. Biasanya di bulan Ramadhan seperti ini, menara masjid menjadi lokasi menarik untuk ngabuburit, sekaligus menikmati pemandangan Bandung di waktu menjelang malam.
2. Masjid Manonjaya, Tasikmalaya

Masjid Manonjaya yang dibangun pada tahun 1832 berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Sukapura dan proses berdirinya Ibukota Tasikmalaya. Hingga saat ini, masjid atau disebut juga dengan “kaum” masih berdiri dengan megahnya. Kondisi keaslian bangunannya pun masih tetap terjaga dan terawat.

Mesjid-Manonjaya-Tasikmalaya

Anda akan mendengar sebuah cerita yang menyebutkan bahwa kedua menara atau kubah (menara pelangan/laki-laki dan menara pawadonan/perempuan) dengan mahkota antiknya masih seperti bentuk aslinya. Kedua mahkota yang pada puncaknya berbentuk kuncup bunga ini merupakan hasil pemberian Syeikh Abdul Muhyi dari Goa Pamijahan sekitar abad ke-18 M. Kedua kubah “kaum” ini mempunyai makna tersendiri. Bagian bawah Kubah Pelangan ditujukan untuk tempat beribadah kaum laki-laki, sedang di bawah Kubah Pawadonan untuk tempat ibadah perempuan. Bahan kedua kubah terbuat dari keramik yang berasal dari Kawasem, Jawa Tengah.

Selain itu, Anda juga akan melihat dengan konnstruksi beton masjid yang kokoh dan berarsitektur campuran budaya Islam (Timur Tengah) dan Eropa. Masjid ini mampu menampung jamaah sebanyak 5.000 orang. Denah bangunannya berupa persegi panjang dengan serambi depan yang luas dan memiliki banyak tiang penyangga. Dindingnya terbuat dari beton dengan motif hias bergalur dan bermotif flora.
Bangunan masjid ini beratap genteng dan tampak seperti 2 bagian karena serambi yang bertiang 61 tiang diapit oleh 2 menara beton berjendela dan berpintu. Bentuk tiang penyangganya membulat dengan diameter ± 1,5 m dan tinggi 5m. Menara memiliki 6 jendela rangkap berdaun ganda berukuran ± 2 m x 1 m, terbuat dari kayu dan kaca. Pintu masjid terbuat dari kacandan kayu berukuran 3 m x 1,20 m dengan daun ganda dan berventilasi pada bagian atasnya. Jendela masjid berdaun ganda terbuat dari kayu berkisi-kisi dengan ukuan 2m x 1,5m. Bangunan didirikan di atas sebuah halaman yang cukup luas dengan taman dan bangunan tambahan.
3. Masjid Besar Tegal kalong, Sumedang

Decak kagum mungkin akan keluar dari mulut Anda ketika melihat Masjid Besar Tegal Kalong. Masjid pusaka yang dibangun oleh R. Suriadiwangsa sekitar tahun 1600-an ini memiliki ukuran 22 x 8 m. Ruang utamanya dilengkapi dengan pintu-pintu dan jendela-jendela. Masjid ini beratap tumpang yang disangga empat tiang utama atau saka guru dengan puncaknya dilengkapi dengan mustaka. Selain ruang utama, masjid dilengkapi juga dengan teras dan tempat wudhu. Pada bagian masjid terdapat halaman yang dilengkapi dengan pagar keliling dengan dua pintu.

Masjid-Besar-Tegal-kalong-Sumedang

Tegal Kalong dalam sejarah Sumedang merupakan ibu kota Kerajaan Sumedanglarang setelah dipindahkan dari Dayeuh Luhur pada tahun 1600-an. Pemindahan ini terjadi pada waktu R. Suriadiwangsa menggantikan ayahnya, Prabu Geusan Ulun. Setelah Kerajaan Sumedanglarang menjadi daerah kekuasaan Mataram Islam, tempat ini oleh R. Suriadiwangsa dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang. Salah satu peristiwa sejarah yang cukup penting di masjid ini adalah ketika pada tahun 1786 terjadi serangan tentara Kesultanan Banten yang dipimpin oleh Cilik Widara. Serangan dilakukan ketika Bupati dan para pejabat serta masyarakat sedang menjalankan shalat Hari Raya Idul Fitri, yang mengakibatkan banyak jatuh korban di pihak Sumedang. Setelah peristiwa tersebut, pusat pemerintahan dipindahkan ke pusat kota yang sekarang. Peristiwa yang memilukan tersebut juga berakibat lain adalah tabu bagi para bupati selanjutnya bila shalat Idul Fitri jatuh pada hari Jumat untuk shalat di ibu kota Sumedang.
4. Masjid Cipari Wanaraja, Garut

Masjid ini didirikan pada masa Kolonial Hindia Belanda, tepatnya tahun 1936. Pendirinya adalah K.H. Yusuf Taudziri. Masjid ini selain berfungsi sebagai masjid dan pesantren, pada zaman kolonial digunakan sebagai tempat latihan perang, pertahanan, dan berdirinya PSII cabang Garut; Pada zaman kemerdekaan sebagai basis latihan tentara pejuang dan dapur umum; zaman pemberontakan DI/TII dijadikan tempat pengungsian, perawatan pejuang yang terluka ketika kembali dari hijrah ke Yogyakarta, tempat perlindungan para pejuang dan keluarganya, dapur umum, serta latihan perang; Pada zaman G30S/PKI dijadikan tempat perjuangan melawan PKI, tempat pertemuan para ulama, pertahanan dan perlindungan, serta dapur umum. Sekarang berfungsi sebagai masjid dan madrasah.

Masjid-Cipari-Wanaraja-Garut

Masjid Cipari Wanaraja berdenah persegi panjang berukuran 30 m x 10 m dengan lantai ditinggikan ± 1 m. Memiliki atap genteng dengan dinding tembok beton; 3 pintu kaca dan kayu bagian bawahnya berukuran 2 m x 1 m; 5 anak tangga menuju pintu masuk; 40 jendela kaca berkuran 120 cm x 60 cm (bawah) dan 100 cm x 60 cm (atas) dalam façade bagunan berjejer di samping kiri-kanannya dengan ventilasi beton; menara beton di atas atap; dan tangga menuju menara berada dalam 2 ruangan di bagian belakang bangunan.
5. Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon

Untuk memudahkan penyebaran agama Islam, para wali mendirikan masjid bagi masyarakat Cirebon. Masjid ini diberi nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa, didirikan pada tahun 1498 M. ‘Sang’ artinya keagungan, ‘cipta’ artinya yang dibangun dan ‘rasa’ artinya digunakan. Secara arsitektur, masjid ini bercorak seperti candi Hindu. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar di mana agama dan budaya Hindu masih kental di Cirebon saat abad 15 itu.

Masjid-Agung-Sang-Cipta-Rasa-Cirebon
Bagian pondasi bangunan terdiri dari batu bata merah yang disusun rapi dengan tiang penopang dari kayu jati. Secara umum, masjid ini terdiri dari 2 bagian ruangan salat, luar dan dalam atau ruangan utama. Bagian luar berbentuk seperti teras keraton/kesultanan. Bangunan ini tidak terasa aneh, karena Cirebon memiliki dua kesultanan yaitu Kanoman dan Kasepuhan. Di bagian luar masjid nampak berdiri tiang-tiang penyangga dari kayu jati berwarna coklat kehitaman. Bahkan satu tiang kayu jati yang ditanam oleh Sunan Kalijaga masih kokoh berdiri sampai sekarang. (**) (Berbagai Sumber/fokusjabar.com)

About Author: Damar Alfian

Gravatar Image
Damar Alfian adalah seorang penulis dan kontren kreator di Bandung, Jawa Barat. Dia juga sebagai kontributor di beberapa media online.