JABARMEDIA.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti maraknya masyarakat menengah ke bawah yang terjerat utang sehingga mengakibatkan ketergantungan pada bantuan pemerintah.
Dia mengatakan, setiap hari beban ekonomi yang terus menumpuk, mulai dari kebutuhan pokok hingga biaya pendidikan anak, menjadi tekanan utama dalam rumah tangga, terutama bagi keluarga dengan anak usia sekolah.
Pengeluaran rutin kerap melebihi pendapatan, mendorong mereka terpaksa berutang, mulai dari bank emok, bank keliling, hingga pinjaman online (pinjol).
“Problemnya apa? Satu, jajan anaknya tidak pernah berhenti setiap hari. Dua, ketika outing class, dia memaksakan diri. Ketiga, ketika study tour, mereka memaksakan diri. Empat, ketika perpisahan, memaksakan diri,” ujar Dedi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/6/2025).
Dedi Mulyadi mengaku, dari hasil analisis data yang diketahuinya, pergerakan uang di Jabar yang berasal dari rentenir, bank emok, dan lainnya, mayoritas lahir dari komunitas ibu-ibu di rukun tetangga (RT).
Mereka adalah kaki tangan dari peredaran uang gelap tersebut dengan bunga yang sangat tinggi. Menurut dia, persoalan kaum menengah ke bawah di Jabar ini semakin problematik ketika diberikan bantuan sosial (bansos) melalui Program Keluarga Harapan (PKH), tetapi ujungnya tidak dijadikan modal. “Duit PKH dipakai buat bayar bank emok, muncul lagi lewat bantuan ekonomi pinjaman modal, uangnya akan selalu habis,” kata Dedi.
Dedi menyimpulkan, untuk membangun kesadaran masyarakat dalam mengurangi beban ekonominya, maka diperlukan empat hal, yakni membebaskan kaum menengah ke bawah dari biaya pendidikan, biaya pengobatan, biaya listrik, dan memberikan jaminan hari tua yang memadai.
“Ekosistem pendidikan saat ini melahirkan kekacauan yang membuat beban ekonomi memaksa orangtua untuk mencari jalan pintas,” ucapnya. “Karena itu, melarang study tour, melarang perpisahan, atau wisuda sekolah adalah upayanya meretas jalan agar warga Jabar terbebas dari beban ekonomi dunia pendidikan,” tuturnya.
(Kompas/idram)