Perkembangan Ekonomi Indonesia dan Dampak Tarif Impor dari Amerika Serikat
Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di kawasan ASEAN, memiliki pasar domestik yang cukup besar. Hal ini membuat perekonomian negara ini lebih bergantung pada permintaan dalam negeri dibandingkan dengan ekspor. Seiring dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bagaimana kebijakan tarif impor dari luar negeri dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Dalam sebuah acara media briefing virtual, Dong He, Chief Economist AMRO (ASEAN+3 Macroeconomic Research Office), menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan tarif 0% untuk produk asal Amerika Serikat tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian. Menurutnya, AS hanya menyumbang sekitar 10% dari total ekspor Indonesia, sementara China jauh lebih besar, yaitu lebih dari dua kali lipatnya.
Selain itu, tingkat keterbukaan ekonomi Indonesia terhadap perdagangan internasional masih relatif rendah. Pasar ekspor terbesar Indonesia juga bukan berasal dari AS. Oleh karena itu, Indonesia dinilai cukup terlindungi dari putaran tarif terbaru yang diberlakukan oleh AS.
Namun, Dong He menekankan pentingnya menjaga hubungan perdagangan internasional. Ia menyarankan Indonesia untuk terus melakukan diversifikasi pasar ekspornya agar tidak terlalu bergantung pada satu negara tertentu. Dengan demikian, risiko dampak negatif dari perubahan kebijakan perdagangan internasional bisa diminimalkan.
Perekonomian Indonesia hingga saat ini masih berada pada jalur pertumbuhan yang baik. Momentum pertumbuhan saat ini didorong oleh permintaan domestik yang kuat. Selain itu, kebijakan moneter maupun fiskal dinilai masih memiliki ruang yang cukup untuk mendukung perekonomian jika diperlukan.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
AMRO baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada tahun 2025. Proyeksi ini terungkap dalam laporan terbaru AMRO bertajuk ASEAN+3 Regional Economic Outlook Update edisi Juli 2025. Dalam laporan edisi April 2025, AMRO memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% pada tahun 2025.
Penurunan proyeksi ini juga berlaku bagi seluruh negara-negara di kawasan Asia Tenggara serta China, Jepang, dan Korea Selatan atau disebut Asean+3. AMRO memprediksi pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut sebesar 3,8% pada 2025 dan melemah ke 3,6% pada 2026 mendatang. Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan laporan AMRO pada April 2025 yang meramalkan pertumbuhan sebesar 4,2% untuk tahun ini dan 4,1% pada 2026.
Dari sisi negara-negara Plus-3, yakni China, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan, diproyeksikan tumbuh sebesar 3,7%. Sementara itu, negara-negara ASEAN diproyeksikan tumbuh sebesar 4,4% pada tahun ini.
Tantangan dan Risiko yang Menghadang
Menurut Dong He, prospek ekonomi kawasan Asean+3 masih dibayangi oleh ketidakpastian yang signifikan. Salah satu risiko utama adalah eskalasi tarif impor oleh Amerika Serikat. Perubahan kebijakan perdagangan internasional seperti ini dapat memengaruhi aliran ekspor dan impor, serta memengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Dengan adanya tantangan tersebut, Indonesia perlu terus meningkatkan kapasitas ekonominya melalui inovasi, investasi, dan pengembangan sektor-sektor strategis. Selain itu, penting untuk memperkuat kerja sama regional dan memastikan kebijakan ekonomi yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan global.







