Bahasa Indonesia Hadir di Kurikulum Australia, Kementerian Perkuat Diplomasi Pendidikan

by -15 views
Bahasa Indonesia Hadir di Kurikulum Australia, Kementerian Perkuat Diplomasi Pendidikan

Bahasa Indonesia di Australia: Tren Penurunan yang Mengkhawatirkan

Bahasa Indonesia telah menjadi bagian dari kurikulum sekolah di Australia selama bertahun-tahun. Sebagai salah satu bahasa asing yang paling banyak diajarkan, posisi ini tidak lepas dari kedekatan geografis serta pentingnya hubungan strategis, ekonomi, dan budaya antara dua negara tetangga tersebut. Namun, dalam dua dekade terakhir, minat belajar Bahasa Indonesia menunjukkan penurunan tajam.

Data yang Mengkhawatirkan

Banyak lembaga pendidikan mencatat tren yang mengkhawatirkan. Di Western Australia, misalnya, laporan FMLTA dan ACICIS menunjukkan bahwa jumlah siswa kelas 12 yang mengambil mata pelajaran Bahasa Indonesia anjlok hingga 85 persen sejak 2001 hingga 2024. Di tingkat nasional, jumlah universitas yang membuka program Bahasa Indonesia juga menyusut dari 22 pada 1992 menjadi hanya 12 pada 2022.

Upaya untuk mempertahankan keberlangsungan pembelajaran Bahasa Indonesia di Australia kembali ditegaskan melalui kunjungan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq ke Australian Government Department of Education di Canberra. Dalam pertemuan tersebut, Fajar membahas urgensi menjaga agar Bahasa Indonesia tetap diajarkan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus Australia, mengingat tren penurunan yang semakin mengkhawatirkan.

Kunjungan ini juga menjadi bagian dari perhelatan First Australian Congress for Indonesian Language 2025 atau Kongres Australia Pertama untuk Bahasa Indonesia 2025 yang berlangsung di Australian National University (ANU) pada 6 Desember 2025. Upaya diplomasi pendidikan ini bertujuan untuk terus menghidupkan Bahasa Indonesia di negara yang memiliki tradisi kajian Indonesia tertua di dunia.

Baca Juga:  RSUD Leuwiliang Kumuh, Manajemen Salahkan Pembesuk

Penurunan Drastis dalam Dua Dekade

Program Bahasa Indonesia di perguruan tinggi Australia kini hanya tersisa 12 pada 2022. Duta Besar RI untuk Australia, Siswo Pramono, memperingatkan kondisi ini dalam Kongres Pertama Australia untuk Bahasa Indonesia di Canberra, Sabtu (6/12/2025). Ia menyebut bahwa jika tidak ada upaya bersama, bukan mustahil Bahasa Indonesia akan hilang dari sekolah-sekolah Australia pada 2030.

Penurunan tersebut bukan sekadar angka, tetapi cerminan berkurangnya minat dan dukungan institusional terhadap Bahasa Indonesia di berbagai jenjang pendidikan. Siswa mengatakan ada sejumlah tantangan yang memperparah kondisi ini. Banyak sekolah di Australia kini hanya mengajarkan Bahasa Indonesia sampai kelas 9, dan itupun semakin berkurang.

Krisis guru juga menjadi masalah besar, antara lain para pengajar senior banyak yang pensiun, sementara proses mengirim guru baru dari Indonesia bukan hal mudah karena Australia memiliki persyaratan kualifikasi khusus. Di saat yang sama, generasi muda Australia lebih tertarik pada bahasa lain seperti Korea dan Mandarin yang didorong oleh kekuatan budaya populer dan dukungan institusi pendidikan dari negara-negara tersebut.

Baca Juga:  Segera Hadapi Tim Milik Prabowo, Persikad Depok Pilih Ridwan Farid Jadi Pelatih Sementara

Pentingnya Penguasaan Bahasa Indonesia dalam Hubungan Indonesia–Australia

Isu meredupnya pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya berkaitan dengan dunia pendidikan. Bagi Indonesia, hilangnya Bahasa Indonesia dari ruang kelas Australia berarti mengecilnya ruang diplomasi budaya dan hubungan people-to-people contact. Padahal, kedua negara tengah berada dalam kerja sama strategis yang makin intens, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga keamanan.

Dubes Siswo menegaskan bahwa bahasa adalah modal diplomasi yang tidak boleh diabaikan. “Bahasa merupakan pintu masuk memahami budaya, dan pemahaman itulah yang menjadi dasar kepercayaan dalam hubungan jangka panjang. Jika bahasa hilang dari ruang kelas, maka pintu itu ikut tertutup,” ujarnya kepada JabarMedia, di Canberra, Australia.

Pergeseran Pedagogi dan Upaya Tetap Menghidupkan Bahasa Indonesia di Australia

Dalam pertemuan antara Wamen Fajar dan Kementerian Pendidikan Federal Australia, muncul gagasan penting mengenai perlunya pergeseran pedagogi dari pendekatan fungsional menuju pendekatan afektif. Bahasa tidak lagi bisa diajarkan semata sebagai keterampilan praktis, melainkan harus dihadirkan sebagai pengalaman yang dekat secara emosional dengan pelajar. Hal ini mencakup cara baru menghubungkan Bahasa Indonesia dengan musik, film, kuliner, budaya populer, perjalanan, hingga pertukaran pelajar.

Baca Juga:  Kisah Malang Kasdi Cari Keadilan, diusir Satpam MA

Pemerintah Indonesia juga menyiapkan sejumlah strategi pemulihan, mulai dari kampanye bahasa dan budaya di sekolah melalui program Ambassador Goes to School, kerja sama penguatan pusat studi Indonesia, hingga pementasan budaya. Pendekatan baru dengan pendanaan kolaboratif LPDP bersama universitas-universitas Australia juga mulai dijalankan. Contohnya dapat dilihat di Tasmania, di mana kehadiran mahasiswa Indonesia dari skema beasiswa LPDP membantu menjaga keberlanjutan pusat studi Indonesia di kampus tersebut.

Harapan dari Canberra

Kunjungan Wamen Fajar menjadi sinyal kuat komitmen Indonesia untuk merawat keberlangsungan pembelajaran Bahasa Indonesia di Australia. Pertemuan ini bukan hanya bentuk diplomasi formal, tetapi langkah nyata untuk menyelamatkan bahasa yang memainkan peran besar dalam hubungan Indonesia–Australia.

Keberlanjutan Bahasa Indonesia kini berada pada titik krusial di Australia. Jika tidak diperkuat melalui langkah bersama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan komunitas budaya, bukan mustahil bahasa ini benar-benar menghilang dari ruang kelas. Namun, harapannya tetap besar. Dengan kerja sama yang solid, bahasa dapat kembali tumbuh dan menjadi jembatan penting bagi pemahaman budaya kedua negara.

Seperti disampaikan Siswo, bahasa adalah pintu memahami budaya. Dan selama pintu itu tetap dijaga, Indonesia dan Australia akan selalu memiliki ruang untuk saling mendekat.